Thursday, March 01, 2012

Menyambung Waktu: Catatan Harian Rumah Sakit 3

Infus, suntik, dan hiburan lainnya.

Segera setelah hasil tes darah keluar, segera aku diminta ke unit gawat darurat. Berbaring dulu. Jelas, lha wong waktu berdiri sudah mulai pusing. Anehnya, sebelum dapat berita kalau kena gejala DBD, aku merasa tidak seberapa sakit. Memang tidak lebih baik dari kemarin, tapi juga tidak lebih buruk. Makanya saat itu aku optimis tak akan opname, apapun penyakitnya.

Tetapi sudahlah. Nasi sudah menjadi yang kuning. Disini aku berbaring di sebelah seorang ibu yang menderita luka di perutnya, entah karena apa. Juga ada tabung oksigen, dan suasana pagi yang kembali ditingkahi hujan. Mungkin karena itu badanku sedikit menggigil.

Namun akhirnya badanku harus benar-benar menggigil. Salah satu petugas di ruang UGD itu mendekatiku dengan nampan steril yang berisi peralatan dan obat-obatan yang terlihat begitu mengintimidasi. Dan kemungkinan besar mereka adalah satu urusan di hari-hari mendatang.

“Mas, mau diinfus di tangan yang mana?” tanya petugas itu. Aku hendak menjawab, “Di bokong bisa ndak mas?”, sayangnya mungkin itu akan memalukan. “Mas, ini jarumnya nanti besi apa plastik?”, aku bertanya sekadar memastikan. Si mas pawang jarum dan kabel itu menatapku dengan pandangan seperti sudah mengidentifikasi seorang alay yang harus dibasmi dengan artileri kelas berat.

Akhirnya proses pemasangan infus tadi berjalan dengan tidak menyenangkan. Aku ketakutan melihat jarum yang akan digunakan untuk melubangi kulitku, saking paranoidnya aku memilih pejam mata. Dan bertanya macam-macam seperti mencerminkan aku macam tak sekolah. Salut untuk mereka, mau berurusan dengan pasien rese’ begini, namun tidak menabok.

Hari pertama di rumah sakit ini ternyata cukup menyenangkan. Ranjangnya empuk, air conditioner-nya membuat udara seperti di kutub utara, tivinya bagus, lebar dan channelnya banyak. Ada kulkas, dispenser, lemari, dan kamar mandinya berpancuran. Mirip hotel. Sayang tak ada wifi.

Buka jendela kamar, view-nya benar-benar staggering. Aku jamin pemandangan ini tak akan didapat dari kamar rumah sakit manapun. Bayangkan, mana ada kamar rumah sakit yang langsung memperlihatkan orang jualan pempek Palembang? Jadi ini isyarat tidak langsung kalau selama sakit ini disarankan untuk makan pempek?

Oh, yang paling penting dari pavilion ini, para perawatnya masih muda dan rata-rata sangat menarik. Ada seorang yang semlohay lah pokoknya, bokongnya apalagi. Sayang wajahnya jutek. Mungkin sering digodai sama pasien. Atau sedang PMS.

No comments:

Post a Comment