Satu kali wallpaper Dije, anjing saya, terpampang di laptop. Tentu bukan begitu saja terpasang. Saya yang memasang. Alasannya sederhana, kangen. Namun kesan yang ditimbulkan lebih dari sekedar pengobat rindu. Seolah lebih dari sekadar gambar mati. Ia memberi kenangan yang hidup, kenangan yang minta dilakoni. Sesungguhnya, gambar itu malah membuat kangen ini bertambah. Akhirnya dicopot.
Mungkin ada yang bertanya kenapa bisa begitu emosional. Pertama-tama, Dije sudah bersama dengan keluarga selama delapan tahun. Dan nama Dije itu adalah andil saya dalam proses perkembangannya dari hanya anjing Pomeranian yang kurus dan mengaing-ngaing, hingga menjadi anjing gemuk yang jenggongannya keras, meskipun sudah tua. Kedua, dalam berbagai kesempatan, keusilan sisi gelap saya terhadap Dije sering menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan. Gigitan. Grrr-an. Lain waktu mengelusnya, dan dia jadi bantal.
Mungkin ada yang bertanya kenapa bisa begitu emosional. Pertama-tama, Dije sudah bersama dengan keluarga selama delapan tahun. Dan nama Dije itu adalah andil saya dalam proses perkembangannya dari hanya anjing Pomeranian yang kurus dan mengaing-ngaing, hingga menjadi anjing gemuk yang jenggongannya keras, meskipun sudah tua. Kedua, dalam berbagai kesempatan, keusilan sisi gelap saya terhadap Dije sering menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan. Gigitan. Grrr-an. Lain waktu mengelusnya, dan dia jadi bantal.