Mat 26:35 Kata Petrus kepada-Nya: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Semua murid yang lainpun berkata demikian juga.
...
Mat 26:40 Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?
Mat 26:41 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."
Tragis. Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan masa-masa akhir menjelang Trihari Suci. Di Minggu Palma ini, dalam bacaan Injil diceritakan lagi jalan sengsara Kristus untuk memenuhi nubuat diriNya. Jalan sengsara yang akan kita jalani lagi secara lebih saksama di Kamis Putih, Jumat Agung, dan Paskah.
Tiga ayat diatas, bagi saya, lebih tepat menjelaskan perasaan pribadi saya terhadap misteri ini. Sebuah penyangkalan terhadap janji yang dibuat atas kehendak roh, namun kalah oleh daging. Inilah konflik dasar yang selalu ada di dalam diri manusia.
Petrus disini, sebagai orang yang 'dituakan' dalam kelompoknya, mungkin selalu berkeinginan untuk berbicara keras dengan idealnya. Dan oleh karena itu ia mengatakan janji yang selalu disenangi oleh para pemimpin. Janji kesetiaan.
Namun itu disangkal dengan mudah, pertama-tama dengan tidak berjaganya ia di taman Getsemani. Puncaknya jelas ketika ia tiga kali menyangkal keanggotaannya terhadap kemuridan pada Kristus. Ia yang kalah terhadap kantuk dan kematian. Roh yang kalah terhadap keinginan daging.
Entah berapa kali dalam mengambil keputusan, kita selalu menghadapi pertentangan antara ideal dan real, pilihan yang merugikan atau menguntungkan, pribadi atau orang lain. Roh, atau boleh dikatakan nurani, hampir pasti mengarahkan kepada ideal, kepada pilihan yang tidak akan merugikan orang banyak, namun perlu kompromi dari diri sendiri. Sedangkan daging, akan mengarahkan kepada pilihan yang memberi prioritas kepada diri sendiri, mungkin dengan korban orang lain. Dan ini belum mencakup hubungan vertikal seorang manusia.
Seringkali, keinginan nurani kalah. Logis sebetulnya. Roh memang mengendalikan manusia, tetapi penggeraknya adalah badan, yang terkadang punya keinginan untuk dipenuhi. Tak melulu berkaitan dengan hal-hal baik. Mungkin inilah penyebab orang bisa punya selir (atau pasangan simpanan) meski di zaman modern. Atau tetap menonton video porno meski itu jelas sebuah pelanggaran moral terhadap banyak hal.
Terlepas dari hal kompleks semacam itu, dalam hal yang lebih kecil pun ada pertentangan. Apakah yang akan kita lakukan ketika ada orang keluar dari tikungan dan perlu celah, ketika duduk dalam kendaraan umum dan ada seorang tua atau hamil di dekat kita, ketika selesai makan di food court? Sepele, namun bila diamati lebih jauh, ada hal-hal yang mungkin luput dari perhatian kita. Perhatian kita akan hal-hal kecil ini berperan dalam menentukan proporsi roh-daging dalam keputusan yang kita ambil. Dan bisa saja daging selalu punya andil lebih banyak.
Namun Kristus tetap pada pendiriannya untuk mengorbankan diri. Bagi yang menganggap Ia manusia biasa, Isa adalah martir. Tetapi yang mengimani duplex natura Christe tentu hanya melongo melihat seorang yang terjun bebas tanpa parasut menjadi Anak Manusia. Ia yang mengedepankan roh, nurani, rasio, terhadap daging. Daging yang hanya menjadi alat terhadap kemahakuasaan jiwaNya.
Dan saat peringatan kematianNya nanti, kita tak perlu menangis akan teriakan sedihNya. Ia mengerti kelemahan kita yang mampu menangis namun tak mampu berbuat lainnya. Dan lagi, ia akan bangkit. Itu yang lebih penting. Janji ilahi-Nya terpenuhi, dan jelas kita diajak untuk menikmati janji itu. Kecuali kita tak mau mengikat diri terhadapnya.
Semoga damai Kristus beserta kita sekalian.
Sabtu, 16 Maret 2011.
No comments:
Post a Comment