Entah kenapa hari ini amandel saya membengkak. Padahal sudah tidak makan-makanan yang dikenal menyebabkan amandel. Harus diakui, saya tidak tahu makanan apa saja yang menjadi sumber pembengkakan entah bagian apa mulut saya ini, jadi mungkin ada satu-dua hal yang terlewatkan di waktu lampau. Dan entah kenapa juga diikuti dengan sakit kepala yang cukup hebat.
Dikenal beberapa sebab penyakit. Entah itu bakteri, virus, mutasi sel, perubahan hormon, atau klasifikasi legendaris Indonesia, 'masuk angin', yang mencakup segala macam penyakit ringan berkaitan dengan batuk, pilek, demam, dan meriang. Jika paragraf ini salah secara ilmu kedokteran, mohon dikoreksi.
Ketika mandi, saya berpikir, apakah Ayub benar-benar tidak mengutuki Allah ketika dia dikaruniakan sakit borok berbonus kehilangan segala harta duniawinya. Manusia normal yang benar-benar manusia, mungkin sudah akan menyumpahi segala yang dikenalnya bila ia kehilangan uang, keluarga, ternak, atau segala sumber-sumber produksi esensial untuk menopang kehidupannya dan keluarganya.
Penyebabnya sepele, Iblis ingin mencobai iman Ayub, apakah ia benar-benar percaya akan kehendak Allah yang diluar pemahaman manusia. Tentu disini Allah berbaik hati dengan mengizinkan pembagian kisah-Nya dengan Ayub, yang berakhir bahagia ini. Sejujurnya, naskah kitab Ayub ini terasa seperti drama yang jauh lebih baik dari kisah sinetron yang memberondong jam tayang prime time televisi nasional kita.
Ayub merupakan tokoh hampir sempurna tentang seseorang yang harus menderita karena ketidak tahuannya akan kehendak Ilahi, namun tidak berkata di belakang. Ia tidak berasumsi akan kemahakuasaan Allah. Ia tetap percaya Yang Kekal mendengarkan segala perkataannya, entah seberapa tersembunyi waktu ia mengatakannya.
Tapi tentunya Tokoh yang mati terhina namun kemudian dimuliakan itu adalah jelmaan sempurna dari apa itu penderitaan. Ia yang punya segalanya namun memilih untuk tidak mempunya. Yang ketika menapaki jalanNya harus jatuh meski bisa memanggil malaikat, yang ditolong Simon, diusap wajahNya oleh Veronika, kemudian disediakan kubur oleh Yusuf dari Arimatea. Sia-sia karena Ia bangkit, namun krusial dalam memenuhi janji. Dan dalam dunia modern, sudah berapa kali cerita ini digunakan dalam khotbah penghapusan dosa, penebusan manusia, dan keselamatan kekal.
Apakah tidak sepatutnya saya menjelekkan Hawa, karena dengan kecerobohannya memakan buah pengetahuan sebab bujuk rayu ular, ia menjadi sumber kejatuhan manusia. Atau kepada ular yang entah kenapa diciptakan, meski Allah itu Maha Mengetahui, dengan jubah eternity dan simultaneity, konsep waktu yang masih sulit dipahami manusia. Jika manusia tidak jatuh, maka keabadian dan segala hal yang diidamkan akan didapatkan. Paling tidak, saya tak akan sakit.
Tetapi pantaskah kejelekan itu dialamatkan kepada mereka? Kehendak bebas yang disalahgunakan itu menjadi tonggak penegas bahwa manusia memang dikaruniakan kemampuan untuk memilih, meski dengan intelek yang pas-pasan dan hati yang buram. Jika kedua hal itu berfungsi dengan baik, niscaya kita tidak akan memilih hal yang buruk. Begitulah tanda kekurangan manusia dari kondisi idealnya.
Sakit, mungkin pertanda peringatan akan apa yang sudah dilakukan. Ketika seseorang terjangkit HIV, ia distigmakan pecandu narkoba atau penggiat seks bebas. Padahal bisa saja ia setia, namun tertular dari pasangannya yang doyan jajan. Atau ketika seseorang divonis kanker paru, dipercaya karena emisi rokoknya yang melebihi kereta uap. Atau batuk, pilek, demam, dan sakit kepala, karena hobinya main hujan. Atau memang kehendak Langit untuk menguji seberapa tangguhnya manusia menahan pening.
Namun sakit bisa juga menjadi anugrah. Pelajar mensyukuri sakit, entah seberapapun kecilnya, sebagai alasan sakti untuk tidak masuk sekolah atau kampus. Orang kantoran pun, kadang akan sukarela memalsu surat dokter untuk mendapat izin sakit. Dan untuk seorang tua, sakit adalah jembatan untuk menuntaskan pengabdiannya dalam hidup, betapapun perih dan sengsaranya. Itu ujian terhadap keikhlasan akan dunia, begitu penuturannya.
Saya menyukai saat-saat sakit seperti ini, meskipun pahit. Pasti akan ada waktu untuk kemulan sambil membaca, atau untuk sekadar mengetik sampah seperti ini.
Selasa, 25 Januari 2011
No comments:
Post a Comment