Pertama-tama, memang telat untuk mengucap selamat Natal saat tanggal 25 sudah mendekati akhirnya. Namun, karena ada beberapa hal yang masih bisa disampaikan, mungkin tak ada salahnya. Apalagi ini berkaitan dengan nasionalisme, patriotisme, dan kebanggaan negara dalam konteks persaingan olahraga yang selalunya mengisi hati warga negara Indonesia, menyaingi bulutangkis yang dilegendakan pamornya. SEPAKBOLA, saudara-saudara.
Well, awfully sorry for that bombastic but rubbish introduction. Top Gear isn't too good to be overdosed on. A very good advice that.
Esok, tanggal 26, perseteruan antara timnas kita dan timnas tetangga kita akan menentukan siapa yang akhirnya berhak untuk membusungkan dada, paling tidak diantara keduanya. Bukan hanya dalam soal sepakbola. Di berbagai aspek, yang memangnya antara Indonesia dan Malaysia sering terjadi pertentangan tentang siapa yang superior, akan terbawa larut dalam event hari esok itu.
Perhatikan saja hal-hal tentang TKI, yang oleh petinggi-petinggi kita diminta untuk memerahkan Stadion Bukit Jalil. Juga superioritas Upin-Ipin atas animasi lokal, mungkin akan terjungkalkan bila timnas kita berhasil menggembosi kubu lawan. Atau malah kita yang menyambut leg kedua di SGBK dengan kuyu. Berbagai persoalan antara kedua bangsa mungkin akan teredam sementara oleh euforia dan cemoohan dalam sepakbola.
Perhatikan saja hal-hal tentang TKI, yang oleh petinggi-petinggi kita diminta untuk memerahkan Stadion Bukit Jalil. Juga superioritas Upin-Ipin atas animasi lokal, mungkin akan terjungkalkan bila timnas kita berhasil menggembosi kubu lawan. Atau malah kita yang menyambut leg kedua di SGBK dengan kuyu. Berbagai persoalan antara kedua bangsa mungkin akan teredam sementara oleh euforia dan cemoohan dalam sepakbola.
Cukup tentang itu, sekarang adalah Okto. Hal yang membuat saya senang terhadapnya adalah kecepatannya yang tidak main-main. Bayangkan rasanya paru-paru yang seperti terbakar setelah lari sprint, dan itu cukup sering dilakukannya. Tak tahu latihan seperti apa waktu dia kecil, namun bila pemain-pemain menyerang Indonesia bisa ngejar angin seperti itu, paling tidak kita punya competitive advantage yang bisa mengacak-acak pertahanan lawan. Berbahagialah kita bila nanti dia bisa membela timnas, sebab menurut kabar cederanya masih belum sembuh, seperti juga Firman Utina.
Satu kali saya pernah membaca komik tentang sepakbola, yang mengatakan kalau seorang harus mempunyai atribut fisik yang baik dulu, kemudian baru dilatih aspek-aspek lainnya. Dan bila disangkutkan dengan kasus Okto, kecepatannya sudah merupakan modal yang baik untuk melaksanakan tugas menyerang. Bila ditambah dengan kontrol bola yang mumpuni, timnas akan punya banyak pilihan pemain menyerang, yang kombinasinya bisa diutak-atik sesuai kebutuhan. Bayangkan ada Okto, Boaz, Irfan, Cristian, dan Elie. Asal suplai bola lancar, daya tarik timnas kita terhadap rakyat akan meningkat.
Okto kali ini mengorbankan perayaan Natal untuk bisa ikut timnas. Sebagai seorang Kristiani, memang susah untuk meninggalkan hari raya ini untuk urusan apapun. Adalah budaya dimana-mana bahwa waktu hari raya, keluarga itu utama. Dan keluarga bukan hanya istri dan anak, namun juga sanak saudara. Itulah sifat dari manusia. Apalagi saat tidak merayakan ini sudah berlangsung hattrick berturut-turut. Saya paham itu, Okto, saya paham itu. Kita senasib. Sama senasibnya dengan penamaan Okto dalam identitas kita. Karenanya, sembuhlah, larilah kesetanan mengacau sisi kanan pertahanan lawan.
Semoga saja sepakbola bisa menjadi obat sementara terhadap bangsa yang terluka, berborok, dan carut marut ini.
Sabtu, 25 Desember 2010.
No comments:
Post a Comment