Tuesday, July 26, 2011

Balada Berkah Insomnia

Ini jam setengah dua pagi, dan otak saya masih fresh. Kalau mau tahu tanda-tanda otak sudah hendak 'membusuk', cobalah menulis. Jika hasilnya nggak kohesif antara paragraf satu dan lanjutannya, itu petunjuk untuk merilekskan badan dan tidur.

Mungkin ini penyakit yang diderita anak-anak muda. Dosen marketing saya pernah bilang, kalau anak muda (seperti anak-anak di kelas itu) merasa ngantuk waktu malam, namun bisa tiba-tiba 'JRENG' (bukan Hemaviton) pas lewat tengah malam. Tapi anehnya, temen ngocol saya enggak punya penyakit ini. Dia tidur normal, sedangkan saya yang bergolongan darah B, yang ditakdirkan hidup di sekitar kasur, susah tidur. Mungkin hal-hal ini statistically unproven.

Banyak yang merasa kalau insomnia itu mengganggu. Dan sebenarnya memang iya. Saya sempat tidak bisa tidur sampai jam enam pagi, dan ada kelas jam 8.30. Berhubung tempat kos jauh dari kampus waktu itu (Bukit Panjang menuju Queenstown), maka saya berangkat awal, jam 7. Jadilah saya resmi dalam kondisi tak tidur saat menghadiri sesi kuliah financial accounting pagi itu.

Rasanya memang benar-benar tidak menyenangkan. Mungkin lebih asoy bila dibogem, dibanding harus mengalami sakit kepala akibat mengalong tadi. Bayangin lah orang-orang dinas PU lagi ngerjain sesi awal proyek perbaikan jalan, kira-kira gitu rasanya.

Seorang teman, yang kebetulan kuliah kedokteran, sempat menawarkan diagnosis, yang kemudian berakhir dengan keheranan. Pasalnya, meski saya sudah jogging sore dengan jarak yang lumayan jauh – 6 kilometer itu jauh bila dengan kaki, namun dekat kalau bersepeda – tetap tak ada efek. Tidur siang pun nggak. Makan terlalu malam juga nggak.

Tapi, mungkin insomnia itu bisa jadi berkah. Saat jam-jam petang normal ie. pas orang-orang masih melek, maka sedikit banyak kita akan terbawa situasi. Riak-riak aktivitas mereka tetap punya efek di perahu kita, entah seberapapun kecilnya. Dan saat mereka sudah benar lelap, bagi saya, itulah me-time yang sebenarnya.

Ada banyak hal yang bisa dikerjakan sebetulnya. Saya pribadi suka ngenet sambil baca artikel gak jelas - di S'pore. Di Indonesia jam tidur saya normal, dan karena internet rada nggak lancar, lebih baik nonton Nat Geo atau baca buku – sampai merasa lembutnya sayap malaikat menghujani jidat. Atau minum beberapa gelas susu, dicampur sedikit Oreo kalau ada. Itu yang pasif.

Kegiatan aktifnya jauh lebih susah untuk didokumentasikan, terutama karena saya nggak punya kamera, dan tak berani untuk minta. Untuk meniru Pascal atau Newton yang punya catatan khusus mengenai ide-ide gila mereka, saya terlalu malas untuk menyalakan lampu kemudian menulis. Jelasnya, isi kepala saya nggak pernah diam kalau saat-saat begini.

Yang dikhayalkan macam-macam. Mulai dari hal-hal tidak menarik, seperti bentuk frame sepeda, cara mengayuh, posisi duduk. Untuk sepeda motor, ada tipe frame, ukuran mesin, injeksi atau karburetor, karakternya, dan hal-hal lain yang sok saya ketahui. Kemudian mengenai kondisi psikologi diri sendiri, orang lain, kondisi eko-sos-pol Indonesia, rencana hidup, anjing peliharaan di rumah, motor dan mobil yang tidak dipanasi, situasi jomblo yang mengenaskan, hingga riwayat saya sebagai seorang Katolik yang tidak baik.

Saya membayangkan Santo Petrus dengan sinis menanyakan apakah saya layak melewati the Pearly Gates, dan Yesus pura-pura tidak kenal. Semoga saja tidak.

Tapi mungkin, inilah saat-saat yang dirindukan oleh semua umat manusia. Inilah momen dimana refleksi diri berjalan dalam tempo yang pas, tidak dipaksakan - seperti kadang kalau ikut retret atau program tertentu. Memang tetap ada sisi tertentu yang tak bisa keluar kalau tidak diekspos, tapi untuk hal-hal dasar, tidak perlu terlalu jauh.

Mungkin saya memang perlu cari kegiatan yang membolehkan aktif malam hari. Kecuali hansip, DJ, tukang makanan keliling, atau gigolo.

Selasa, 26 Juli 2011

No comments:

Post a Comment